"Kasus Skandal Manipulasi Laporan Keuangan"

Kasus Skandal Manipulasi Laporan Keuangan


Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance guna memperbaiki kinerja perusahaan, khususnya BUMN di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, tentang Penerapan Praktik good corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pasal 2 yang mewajibkan BUMN menerapkan good corporate governance secara konsisten. tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan Pembahasan Dari Sisi Akuntan Publikg cukup mendasar.

Permasalahan Kasus Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. Ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002. Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika. Dampak Terhadap Profesi Akuntan Menurut Darmawati, Khomsiyah dan Rika (2004), Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja.

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut           memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya.

Pembahasan

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance guna memperbaiki kinerja perusahaan, khususnya BUMN di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, tentang Penerapan Praktik good corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pasal 2 yang mewajibkan BUMN menerapkan good corporate governance secara konsisten. Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut: Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

Mengutamakan reputasi KAP HTM Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM. Pembahasan Dari Sisi Akuntan Publik Terjadinya penyalahsajian laporan keuangan yang merupakan indikasi dari tindakan tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut Kesimpulan Langkah pertama dan utama dalam menerapkan Good Corporate Governance (GCG) adalah adanya dewan komisaris yang berperan aktif, independen, dan konstruktif. Untuk itu, dibutuhkan struktur, sistem, dan proses yang memadai agar hal tersebut dapat terwujud. Setidaknya mencakup komposisi, kemampuan dan pengalaman anggota dewan, serta bagaimana proses seleksi, peran, dan penilaian kinerja mereka. Agar sistematis dan kontinu, pelaksanaan GCG oleh perusahaan dapat dilakukan melalui empat tindakan, yaitu: penetapan visi, misi, dan corporate values, penyusunan corporate governance structure, pembangunan corporate culture, dan penetapan sasaran public disclosures. Fungsi audit internal merupakan elemen penting dari sistem pengendalian internal perusahaan. Pedoman Good Corporate Governance menegaskan pentingnya keberadaan fungsi audit internal ini. Fungsi ini harus dilakukan oleh pihak yang terpisah dari operasional perusahaan sehari-hari dan dapat dilakukan oleh pihak internal perusahaan maupun eksternal perusahaan seperti auditor eksternal.


Saran
Pada akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individu auditornya dalam melaksanakan jasa profesionalnya yang menuntut sikap independensi, obyektifitas, integritas yang tinggi, serta kemampuan profesional dalam bidangnya. Apapun profesi yang ditekuni, harus berdasarkan etika yang berlaku. Etika profesi itu sendiri memiliki tujuan seperti standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum, membantu para profesional dalam menetukan apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka, standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama profesional, untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.

Analisis
Dalam kasus tersebut ditemukan adanya rekayasa dalam laporan keuangan PT. Kimia Farma, menurut Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar, sebesar Rp 132 milyar. Terjadinya penyalah sajian laporan keuangan yang merupakan indikasi dari tindakan tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut.

a. Prinsip yang dilanggar dalam kasus ini adalah :

· Prinsip yang pertama yaitu tanggung jawab profesi, dalam kasus ini Hans Tuanakotta dan Mustofa melakukan kesalahan dalam mengauidt karena tingginya laba bersih yang dihasilkan oleh PT. Kimia Farma Tbk, setelah dilakukan audit kembali ternyata PT. Kimia Farma Tbk hanya menghasilkan laba bersih sebesar Rp 99,56 miliar dibandingkan audit yang pertama kali sebesar Rp 132 miliar Prinsip yang kedua kepentingan publik , dalam prinsip ini PT. Kima Farma Tbk terjadi kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada Pihak yang berkepentingan.

· Prinsip yang ketiga Integritas, Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Akan tetapi dengan adanya kasus ini bahwa terjadi suatu kesalahan yang dilakukan Hans Tuanakotta selaku auditor yang mengaudit.

· Prinsif Keempat Obyektifitas, dalam anggota menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan, mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. Dalam kasus ini terjadi pelanggaran baik dalam integritas si auditor itu sendiri dan keobyektifannya dalam melakukan audit.

· Standar teknis, meski telah dilakukan sesuai KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Ini menandakan adanya masalah yang tidak bisa hanya dideteksi dengan standar audit yang ada.

b. Keterkaitan Akuntan
Terhadap Skandal PT. Kimia Farma Tbk. Badan Pengawasan Pasar Modal ( Bapepam ) melakukan pemeriksaaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT. Kimia Farma Tbk. Ataupun terhadap akuntan public Hans Tuanakotta dan Mustofa. Dan akuntan public harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan 30 Juni tahun 2002.

c. Keterkaitan Manajemen
Terhadap Skandal PT. Kimia Farma Tbk. Mantan direksi PT. Kimia Farma Tbk, telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan laba bersih yang terjadi. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali hasil sesungguhnya dari laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan minta pertanggung jawabannya. Karena terbukti setelah dilakukan audit ulan, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan per 30 Juni 2002

d. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk tahun 2001
Badan pengawasan pasar modal menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihakyang berkepentingan.

e. Dampak Terhadap Profesi Akuntansi Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair, membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik yang akan melanggar etika oleh akuntan public.





Komentar

Postingan Populer