"Analisis Kecurangan dalam Laporan Keuangan PT. KAI"
Pentingnya
penerapan Etika Profesi merupakan pedoman yang penting dalam berperilaku yang
baik dalam suatu profesi. Belakangan ini banyak sekali pelanggaran
dan kecurangan yang timbul akibat penerapan etika profesi yang tidak maksimal.
Banyak kecurangan-kecurangan yang timbul karena terkikisnya kejujuran dan
kebijaksanaan dalam berperilaku. Disini saya akan ulas mengenai Kasus
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI. Hal ini menjadi menarik karena memanipulasi
laporan keuangan termasuk pelanggaran etika profesi dibidang akuntan
dan bidang akuntansi menjadi pondasi ekonomi yang baik dalam negeri
Indonesia ini. Dalam makalah ini penulis akan menjabarkan profil serta
kronologi dari kasus Manipulasi Lapoan Keuangan PT KAI.
Profil PT KA
PT. KAI (Persero) adalah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa angkutan Kereta api yang
meliputi aogkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan
revisi UU No.13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah
daerah dìberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan Kereta api di Indonesia.
Kronologi Kasus
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Dalam kasus
tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini
merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder
lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi
akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun
2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar.
Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya
menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang
juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.
Hasil audit
tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan
dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao
menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya
kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga
tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan
sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap
laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT
KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang
baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang
telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5
Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).
Kesimpulan
Laporan Keuangan
PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.
Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan
tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa
terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah
pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan
dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat,
sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan
kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik
yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Saran
Menurut saya
Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI, berawal dari pembukuan yang tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Jadi saran saya, seharusnya
sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima
umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak
menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat
menyesatkan.
Karena profesi Akuntan
menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.Kepercayaan masyarakat
terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan.
Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena
ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak
pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas
segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat
perhatian khusus dan tindakan tegas.
Gimana kalo kecurangan tsb menjadi pertimbangan di dalam laporan keuangan sektor swasta?
BalasHapus